Kamis, 01 November 2012

Medis atau Herbal ?


Beberapa waktu yang lalu, seorang teman memberitahuku bahwa adiknya didiagnosa ca mamae, sama sepertiku dulu. Hasil biopsi menyatakan diagnosa ca mamae, dan dia juga sudah menjalani operasi mastektomi. Selanjutnya, dia menanyaiku dengan bermacam-macam pertanyaan, dulu gimana berobatnya, kok bisa sembuh, dulu kemonya setelah berapa hari sesudah operasi, lalu berapa kali kemo, kalau  dikemo itu diapain, dan macam-macam lagi pertanyaan lainnya.

Sebagai seorang survivor ca (cie.. :) ), tentu saja aku berkeinginan untuk bisa memberikan informasi sebanyak mungkin. Ketika paginya dia menanyakan itu semua di telepon, sudah berusaha kujawab sejelas mungkin. Tapi aku berinisiatif untuk datang ke rumahnya, pada waktu sore di hari yang sama. Kupikir dengan berkomunikasi secara langsung, semuanya akan lebih jelas dan lebih leluasa bagi temanku itu untuk mengajukan pertanyaan lebih lanjut.

Sore itu, ketika datang ke rumahnya aku membawa dua hasil lab patologi anatomi. Yang pertama adalah hasil PA ketika biopsi dan yang kedua hasil PA setelah mastektomi dan patologi hormon. Pada hasil PA yang pertama, tertera kesimpulan invasiv ductal carcinoma mamae grade II. Hasil PA yang kedua juga di bagian kesimpulan bertuliskan kata-kata yang sama. Lalu hasil Patologi Hormon menyebutkan ER (+), PR (+) dan HER +++ pada 30-35 % sel tumor. Aku membawa hasil lab  itu dengan maksud akan kutunjukkan pada temanku, dan mungkin juga adiknya punya hasil lab seperti itu, isinya bisa jadi sama, atau tidak sama. Mungkin grade nya tidak sama denganku, dan patologi hormonnya tidak semuanya positif sepertiku.

Ketika bertemu temanku, aku ceritakan kronologi pengobatanku dulu, dimulai dari ditemukannya benjolan, lalu kunjunganku ke poli bedah di RSUD di kotaku itu, lalu biopsi, lalu hasil biopsi yang diperoleh, yang menyatakan bahwa benjolan itu positif kanker. Aku berusaha memberikan informasi sebanyak mungkin, termasuk di Yogya di poli mana aku berobat, siapa dokternya, dan siapa saja dokter yang ada di poli itu, yang bisa kita pilih sesuai keinginan kita. Termasuk juga biaya sekali kemo, walaupun aku pakai ASKES, tapi dari informasi beberapa teman kemo yang tidak pakai asuransi, aku sedikit tahu kisaran harganya.

Sebetulnya, aku agak heran, karena tadi pagi ketika telepon, temanku itu banyak bertanya. Tapi justru setelah bertemu langsung denganku, dia kelihatan agak pendiam, hanya mendengarkan penjelasanku tanpa banyak bertanya. Dalam hati, aku bertanya-tanya mengapa begitu. Dan pertanyaanku itu terjawab ketika pada akhirnya dia berkata. "Adikku tidak punya ASKES ataupun asuransi lainnya, jadi kami memutuskan untuk berobat herbal saja. Terimakasih banyak atas informasi yang kau berikan"

Oh, jadi begitu rupanya. Sedih rasanya mendengar itu. Tapi aku tidak bisa berbuat banyak. Walaupun dari beberapa cerita teman-teman kemoku, sesama survivor ca, dan juga dari cerita-cerita beberapa perawat ketika kemo dulu, mereka berkata bahwa mengobati kanker dengan herbal itu tidak akan mempan. Tapi kita tidak bisa memaksa orang bukan ? Bahwa mereka harus berobat secara medis? Memangnya kita ini siapa, berani mengharuskan begitu ? Bahwa kalau mau pakai herbal, nanti saja setelah pengobatan secara medis selesai. Yang penting medis dulu. Bahwa obat herbal itu cara kerjanya lama. Keburu nanti sel kankernya menyebar kemana-mana. Tapi kita nggak bisa katakan seperti itu, bukan ? Memangnya kita yang mau bayarin dia berobat ? :(

Akhirnya, seperti yang almarhumah Mbak Siti Aniroh katakan dengan bijak di blognya bahwa "Adalah hak setiap orang, setiap pasien kanker, untuk menentukan dengan cara apa ia akan berobat. Apakah dia akan memilih berobat secara medis, atau memilih pengobatan herbal. Semuanya sama-sama baik. "  Akhirnya aku katakan ke temanku, semoga saja pengobatan adiknya berhasil, dan kembali sehat seperti semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar